Rabu, 20 Agustus 2008

Cuti Hercules...

Sekian lama bertugas di lingkungan Warukin aku tidak merasakan kejenuhan sama sekali, all done completely. Bahkan bias dibilang as workaholic, bahkan sebagian orang berkesimpulan jika ingin mencariku lebih baik cari di Warukin aja.

Tidak terasa juga berapa tawaran dari HRD untuk memintaku cuti kutolak mentah-mentah, lantaran belum saatnya bandara kutinggalkan begitu saja, masih ada penyempurnaan di segi teknis untuk managemen bandara yang selama ini kubangun bersama teman-teman. Lagian teman-teman di Warukin bilang kalo ga ada aku suasana bandara kurang afdhol ha….ha….ha…..kaya mo’ sholat jamaah aja….!! Lagian belakangan ini Capt. Mirwan jarang berada di tempat, sepertinya sang Capt. hendak dipromosikan jadi Danlanud.

Hingga akhirnya Chief HRD memintaku untuk menanda-tangani surat cuti secara paksa, ha….ha….ha…..ku pikir ini memang perintah konyol! Gendeng, Apa harus aku cuti? Pake dipaksa lagi??? Ha…..ha……ha……

Cutiku selama dua minggu dan statusnya wajib dengan dalil peraturan perusahaan yang alasannya “jika cuti diambil manfaatkan untuk istirahat misalnya refreshing, sehingga otak bisa segar, kerjaan lancar, keselamatan kerja terjaga, keselamatan penerbangan pun bisa sempurna” ah…teori.

Apa boleh buat cuti kali ini tidak bisa kutolak, dan yang surprise di dalam surat cuti terdapat SPJ (Surat Perintah Jalan) jika aku cuti ke luar kota atau daerah. Kucermati lagi SPJ tersebut dan tertera untuk “sekeluarga” artinya tiket perjalanan dan segala akomodasinya ditanggung perusahaan, wah jarang-jarang bisa liburan bareng keluarga.

Tapi aku rada bingung juga, dan kutanyakan dengan rekan-rekan yang notaben-nya karyawan Pertamina ternyata cuti mereka tidak se-special cuti-ku. Dan aku justru baru mengerti mengenai cuti plus yang kudapatkan kali ini di kala mengurus surat-surat untuk keberangkatan di HRD, bahwa ini adalah reward dari perusahaan atas kerja sama dalam meningkatkan Keselamatan Kerja bandara Warukin selama ini di bawah otorisasi-ku. Alhamdulillah ya Allah…

* * *

Jatah sekeluarga untuk lima orang (Bapak, Ibu, kakak dan adik) ku ajak untuk liburan ke Jakarta, sudah lama ayah dan ibu tidak ke Jakarta, sekedar mengingat tempo dulu mereka, mengunjungi kerabat-kerabat mereka yang ada di Jakarta, dan kesempatan ini kumanfaatkan untuk ibu dan bapak sekalian konsultasi kesehatan and general check up di RS Pertamina.

Kami berangkat ke Jakarta dari Tanjung transit terlebih dahulu di Balikpapan, menggunakan Cassa-212 Pelita Air Service, berangkat jam sebelas pagi dengan perhitungan satu jam penerbangan ke Balikpapan maka jam dua belas dah landing di Sepinggan.

Penerbangan lancar, setelah landing dan hendak mengurus transit aku salut dengan wibawa bapak-ku. Hampir semua crew bandara kenal dengan beliau dan menyalaminya, maklum sebenarnya beliau juga dululnya karyawan Pertamina dan sekarang sudah pensiun, selama masih aktif di Pertamina dinas beliau juga tidak lain dan tidak bukan adalah di Bandara Warukin yang notaben-nya sebagai Kepala Bandara. Tentunya posisi itu sudah didudukinya semenjak aku masih Sekolah Dasar hingga akhirnya beliau pensiun.

Sesuatu hal yang lucu dari beliau adalah gelar / callsign “setumat”. Setumat dalam bahasa Banjar yang artinya sebentar selalu beliau lontarkan di saat penumpang yang resah menunggu kedatangan pesawat dan menanyakan hal ini dengan beliau.

“Setumat lagi pesawat landing….!!” Padahal sebenarnya pesawat yang dimaksud datangnya satu atau dua jam kemudian.

Beberapa tamu dari pusat.baik tamu perusahaan, tamu setingkat Bupati, Gubernur dan Menteri bahkan Wakil Presiden pun pernah beliau jawab dengan jawaban “setumat lagi…” pada saat itu wapres dijabat oleh pak Soedarmono S.H. ketika menanyakan kapan pesawat mendarat dikala kunjungannya ke Pertamian Tanjung. Kontan saja Wapres langsung bertanya dengan ajudannya “apa itu setumat?”. Sang ajudan yang ikutan bingung pun menanyakan kepada Field Manager (FM) Pertamina yang predikat KTP-nya warga Jakarta ototmatis FM jadi kalang kabut karena tidak mengerti sepenuhnya bahasa Banjar. (Ha….ha….ha….)

Kenapa hal ini bisa terjadi?? (penumpang selalu menanyakan kapan pesawatnya tiba), karena di bandara Warukin tidak ada failitas penerangan layaknya bandara umum lainnya, tentunya beliau bosan dengan pertanyaan-pertanyaan yang itu-itu juga apalagi yang nanya orangnya itu-itu juga….

* * *

Setelah urusan transit selesai aku dan keluarga menuju ruang tunggu, dan menurut jadwal jam dua nanti kami sudah take off ke Jakarta. Hampir jam tiga, pengumuman “Penumpang pesawat Pelita Air Service jurusan Jakarta segera….” tidak juga terdengar. Bapak-ku senyum-senyum saja, karena delay itu sudah makanan utama di bandara, aku sempat nyelutuk
“Pak kenapa bapak ga nanya ke informasi kapan pesawatnya datang?”
“Paling jawabnya setumat lagi…” jawab ayah spontan, kontan saja ibu, kakak dan adikku tertawa.

Akhirnya pengeras suara terdengar meminta kami menuju ke pesawat, gembira rasanya setelah hampir lima jam dalam kepenatan penantian. Akhirnya berangkat juga…

Tidak lama penumpang kecewa lagi, karena pesawat yang akan menerbangkan kami adalah jenis Hercules ditambah dengan duduk di rajut dan posisi berhadap-hadapan, bahkan dengkul ketemu dengkul. Bagi aku ini tidak jadi masalah sudah makanan tiap hari di masa diklat dulu untuk kegiatan pesiar dan terjun payung apalagi penerbanganku ini gratis jadi terima apa adanya, lah terus gimana nasib penumpang yang tiketnya bayar dengan uang sendiri…??? (ha…ha….ha….).

Mungkin ga kebayang bisa terbang dengan Hercules, sama halnya dengan menaiki truck, truck terbang. Biasanya di perut Herky ini isinya seperti alat berat, material bangunan seperti semen bisa juga beras, obat-obatan, gula bahkan hewan ternak.

Seharusnya pesawat yang menerbangkan kami sejenis Fokker-100 PAS, namun pesawat sedang dipinjam untuk mengantar presiden, saat itu jabat oleh Pak Soeharto untuk kunjungan ke beberapa daerah yang bandaranya tergolong kecil dan tidak memungkinkan pesawat kepresidenan untuk mendarat. Dan setelah dikonfirmasi dan tidak ada pesawat pengganti yang bisa diarahkan ke Balikpapan, namun hanya ada jenis Hercules yang baru saja mengangkut alat-alat pengeboran minyak Pertamina (drilling) dari Jakarta menuju Balikpapan pulangnya kosong maka kami dititpkan dengan menggunakan pesawat tersebut. Ampuuuun.

Posisi duduk behadap-hadapan ternyata dapat mengurangi kekecewaan, justru penumpang bisa leluasa mengobrol, posisi ini juga tidak memungkinkan pramugari untuk mengantarkan snack ke setiap penumpang sehingga pembagian snack secara sambut menyambut, adikku sempet nilep empat paket snack. Dari kesan beberapa penumpang sempat terdengar “ternyata begini rasanya jadi prajurit atau lebih parah lagi jadi transmigran…!!!” .ha…ha…ha…Kami dapat mendarat selamat di Jakarta, dan untungnya landing kami di Halim bukan di Cengkareng, lumayan buat ongkos taxi kota.

Ini penerbangan yang tak terlupakan dengan Herky, dan sungguh malang selang dua minggu setelah menerbangkan kami Herky (Hercules) Pelita Air Service ini jatuh ke laut setelah beberapa menit take-off dari Hongkong International Airport dan menewaskan seluruh awak pesawat, Padahal Herky diawaki penerbang handal dari Angkatan Udara yang dikaryakan.

23 Sep 2004, PK-PLV dari Hong Kong-Kai Tak International Airport (HKG/VHHH), Hong Kong menuju Halim Perdana Kusumah (HLP/WIIH), Registrasi masih Indonesia, tapi operator pelaksana Heavylift Cargo Airline
lokasi : Kowloon Bay (Hong Kong)

Investigation Result :
The Hercules lost control shortly after becoming airborne from runway 13. The aircraft ditched 500m to the right of the runway. The no. 4 prop pitch control system is said to have failed

Thanks Herky, by your flight serve a part people in Eastern Indonesia can tasting some rice and sugar, many units of bulldozer, excavator and much more of heavy equipment mobilized to Maluku and Papua.







PK-PLV saat standby di Kai Tak Apron, Kowlon Hongkong. (atas)



PK-PLV dievakuasi (tengah)

Cat PK-PLV sebelum dikontrak oleh Heavylift, ilustrasi PK-PLU saudaranya (bawah)

Herc_first_paint



Bangkok - International (Don Muang) (DMK / VTBD) Thailand, January 12, 1993, saat dikontrak UN / PBB



Sumburgh / Lerwick (LSI / EGPB) UK - Scotland, 1992, Take off


Herc_flypass
HeavyLift, Lockheed L-100-30 Hercules (L-382G) PK-PLV (cn 4826)
Coming in high and fast on the short runway 09.
Sumburgh / Lerwick (LSI / EGPB)
UK - Scotland, 1992

Herc_taxi
PK-PLV (cn 4826) (Attached to the Oil Spill Service Centre, Southampton, England) November 90

Sumber foto : Airliners.net

Minggu, 10 Agustus 2008

Lampu Hydrant Car Kedap-kedip

Aku baru nyampe rumah sehabis magrib, ibu senyum-senyum sambil nyuguhin kopi jahe plus gorengan yang udah dingin seharusnya paket ini kusantap tadi sore namun seharian yang melelahkan di Warukin akupun pulang agak telat.
Maklum tadi siang melayani 4 penerbangan dari Balikpapan-Tjg, fenomena ini jarang terjadi biasanya maksimal hanya 2 tapi berhubung penumpangnya jemaah haji yang notabene-nya hampir semua pegawai Pertamina mau tidak mau kami petugas bandara harus melayani perusahaan.
Seperti biasanya sebelum meninggalkan Warukin kami membereskan perangkat-perangkat penunjang bandara seperti towing car, hydrant car, safety car, gerobak bagasi dll untuk dimasukin ke garasi, semua dilaporkan ke administrasi dengan kondisi off.
Bus jemputan karyawan datang dengan security shift malam dan proses hand over bandara ke security pun berlangsung lancar. Sore semakin redup kami pun bergegas pulang.
Di dalam bus kulihat rekan-rekan yang sudah keletihan , terlebih petugas lapangan yang ngurusin ground handling, seharian di bawah terik matahari ngurusin pesawat, mulai dari ngatur parkir, menyediakan tangga penumpang, pasang hook, bongkar muat bagasi ha...ha...sungguh melelahkan.

* * *

Selepas Isya sambil melepas lelah dengan baringan di kasur, enak-enaknya sudah hampir melayang ke dunia mimpi, telepon berdering. Ternyata dari telepon central Pertamina.
"Ada apa paK?" sahut ku
"Tadi barusan security bandara telpon, bahwa di garasi hydrant car ada nyala lampu kedap-kedip, mau dicek ke dalam tapi security g punya kunci gembok, tolong di-handle pak"
"Iya deh terimakasih informasinya, Selamat malam"

Yah..kerjaan lemburan nih padahal rasa kantukku belum lagi hilang, apalagi letih yang terasa di badan aduuuuh. Aku berusaha langsung menghubungi beberapa rekan yang tugas di hydrant departemen dan mereka pun tidak tahu menahu tentang hal ini, aku pikir ini hanya lampu sirine hydrant yang lupa dimatikan, tapi sebelumnya crew mengisi report list sebelum pulang dengan keadaan off.

Inilah resiko juru kuncen bandara, kenapa juga anak-anak ngasih kunci perangkat bandara serenteng ke aku??? Aku pun bergegas menuju bandara. Karena melihat betapa letihnya aku ibu meminta ku mengajak orang rumah untuk menemani dan adikku ternyata bersedia, ah legannya setidaknya dia bisa nyetir mobil dan aku melanjutkan tidurku di jalan.

Sebelum ke bandara aku mampir tempat Wito, salah seorang crew hydrant departement dan untunglah dia juga bersedia menemaniku, sepanjang jalan kami membahas ada apa gerangan lampu kedap-kedip.

Sesampai di bandara kami menemui security piket.
"Tadi lampunya kedap-kedip terus, dan barusan aja nyala terus nih"
"Ada orang ga di dalam???" aku bertanya penasaran.
"Saya sudah cek dari luar ga ada siapa-siapa pak..!"
"Ya sudah biar kami cek ke dalam, makasih pak"
Suasana memang agak lain aku dan Wito bingung lampu mobil pemadam (hydrant car) bisa nyala, padahal switch lampu dalam keadaan mati, kesimpulan kami ini ada yang ga beres dengan sirkuit listriknya tetapi semuanya dalam keadaan normal-normal saja.

Well dengan sedikit sentuhan Wito semuanya beres. Tapi yang menjadi penasaran kenapa bisa kedap-kedip??
Cape' tak tertahankan lagi karena masalah sudah dibereskan kami pun pulang.

* * *

Besok pagi-pagi cerita lampu kedap-kedip ini jadi rumor di post security, dan sebenarnya beberapa security pun pernah mengalami hal yang sama persis di bandara, namun kedap-kedip yang pernah terjadi biasanya hilang dengan sendirinya tidak separah tadi malam...
Aku meminta mekanik untuk mengecek keadaan hydrant car yang kami bongkar tadi malam dan hasilnya ga ada yang error, everything OK.
Menurut cerita, bandara memang sering didapati kejadian-kejadian aneh. Tepat di sebelah garasi hydrant car terdapat pohon Asem (sejenis mangga) yang gede, kalo lagi musim buahnya lebat daunnya rimbun, rekan" sering kedapatan kakek tua duduk di bawahnya tapi siapakah dia dan hilang begitu saja???
Dulu juga pernah anak pegawai yang sakit di kirim ke Jakarta dan meniggal akhirnya mayatnya dipulangkan menggunakan pesawat, namun peti kemasan pembungkus peti mati yang terbuat dari timah setibanya di bandara langsung di bongkar dalilnya sih petinya tidak bernuansa islami dan dibuang persis di samping garasi hydrant department wah......ini nih yang bikin syerem.

Aku langsung nyari barang-barang perlengkapan syarat sesajian dan ngadain selamatan ala kadarnya, bukannya musyrik hanya ngadain selamatan, sehabis selamatan sesajian kita bagi-bagi dan ludes, alhamdulillah ga mubazir.

Sejak saat itu baik sebelum maupun sesudah kami melakukan pekerjaan masing" di bandara kami selalu menyempatkan diri untuk berdo'a bersama-sama, yah sekedar minta perlindungan dari yang kuasa dan memohon keselamatan kita semua. Alhamdulillah semuanya berjalan lancar...

Jumat, 08 Agustus 2008

New Officer Old Face

Aku baru saja menyelesaikan sarapan pagi sambil bercanda dengan ponakan yang masih tertidur lelap, Capt. Mirwan menelpon dan akan menjemputku sebentar lagi.

Asyiek menyimak liputan berita pagi di televisi dan sesekali melihat serombongan anak-anak pelajar bersepeda dari daerah pinggiran menuju kota kabupaten. Aku merasa SALUT mereka mengayuh sepeda sejauh puluhan kilometer ke kota hanya ingin menjadi cerdas dan pintar walau mereka harus bersaing dengan rekan-rekan mereka yang dominan lebih mampu dan menunggang kuda besi, sungguh sangat mengetuk jiwa ternyata pemandangan ini tidak lenyap ditelan jaman.

Capt. Mirwan datang menjemputku, dan kami langsung menuju kantor Pertamina, perusahaan yang mengontrak tenaga kami untuk tugas disana demi menggantikan petugas mereka yang sedang upgrade training dan sekalian sertifikasi dengan bidang yang sama kami geluti yaitu navigasi.

Setelah disana aku belum mengerti kenapa bandara sekecil ini mesti kami berdua yang menangani. Seorang sersan bagian Teknik Navigasi Angkatan Udara pun sebenarnya mampu menghandel tugas ini tapi duty call merupakan perintah komando apa boleh buat. Kita prajurit mah nurut apa kata komandan.

Capt. Mirwan tugasnya melayani Pertamina dan aku sendiri melayani perusahaan (x) yang menggunakan jasa penerbangan dan kebetulan kantornya berdekatan. Pada dasarnya tugas kami shift-shift-an namun walaupun begitu tetap saja kami ke Warukin berdua.

Hari ini memang tidak ada kegiataan penerbangan jadi today is simple alias nyante, setelah selesai melapor ke HRD perusahaan - perusahaan tadi, kami coba untuk menginventarisir perangkat navigasi di bandara Warukin yang jaraknya hampir 15 kilometer dari kota.

* * *

Replacement Tool

Sesampai di bandara ternyata beberapa perangkat ada yang tidak berfungsi bahkan sama sekali tidak sesuai standar. NDB (Non Direct Beacon) di sebelah selatan bandara tidak berfungsi, untung saja Capt. Mirwan adalah orang yang tepat dalam kondisi ini. Hanya gara-gara kurang dirawat saja, accu utama sudah soak untung ada accu cadangan, tidak begitu lama kerjaan beres.

Keberadaan NDB sangat penting untuk pesawat yang tidak dilengkapi GPS, maka pesawat akan sangat dibantu dengan signal yang di-broadcast oleh NDB untuk menentukan arah bandara yang dimaksud, setidaknya pesawat tidak kesasar istilah lain dikenal dengan Instrument Flight Rule.

Betapa kaget lagi setelah petugas jaga membukakan pintu tower ternyata tidak ada satupun radio untuk navigasi disana. lah gimana bisa komunikasi dengan pesawat ??? Separah itu kah bandara kota kelahiranku?? Menurut berita radio hilang dicuri, tapi kenapa radio seharga ratusan juta untuk navigasi dan bersifat vital tersebut bisa raib begitu saja dan tidak ada tindak lanjut dari pihak yang bersangkutan selaku penanggung jawab otoritas bandara, ah ini mah ada unsur politis, and again... its really perfect aliby….

Keberadaan Radio sangat-sangatlah vital, setelah pesawat dituntun secara instrument di ketinggian > 1000 feet sebelum melakukan approach dan landing maka pesawat mengontak tower control untuk memastikan jalur yang akan digunakan oleh pesawat aman untuk diterbangi hingga pesawat dapat mendarat, disinilah komunikasi antara awak dan tower menjadi sangat penting dan medianya tentulah tidak lain dan tidak bukan yaitu radio.

Capt. Mirwan menghubungi pihak Pertamina selakku pemilik bandara namun pihak Pertamina menyangkal bahwa managemen bandara sekarang diambil alih oleh perusahaan x jadi yang mesti bertanggung jawab atas otoritas bandara selama ini ya perushaan x dong. Akhirnya jawaban dari mereka besok kami sudah bisa mendapatkan gantinya.

Keesokan pagi kami diminta datang ke kantor humas perusahaan x dan mereka menyodorkan radio pengganti yang jauh dari standar. Melihat mereka memberikan radio tersebut aku langsung terbelalak, tentunya lain lagi dengan Capt. Mirwan mukanya langsung memerah dan mencak-mencak dengan seisi departemen humas.

Saya jauh-jauh datang kemari untuk mengontrol navigasi, bukannya nge-break!, beberapa hari lagi dirjen perhubungan akan datang masa saya harus mempertaruhkan keselamatan mereka dengan radio murahan ini “ dengan nada kesal Capt. Mirwan mencaci maki.

Saya bertugas untuk standarisasi dan sertifikasi di bidang penerbangan khususnya navigasi di daerah ini yang tanggung jawabnya ditujuan ke Pertamina dan perusahaan ini, namun berhubung bandara Warukin diambil alih oleh perusahaan ini maka perusahaan ini lah yang kami audit, terus belum apa-apa malah bermasalah dengan alat se-vital ini, masa kami dikasih radio amatiran??? Padahal kalo dihitung-hitung berapa siha harga radio dibanding dengan berton-ton batubara yang diambil dari tempat ini???" Marahnya Capt. Mirwan berapi-api, dan dia tetap bersemangat untuk ngomel.

"Ini namanya mendiskreditkan profesi kami, ya saya akui saya memang petugas baru disini tapi kami lebih duluan daripada Anda-anda sekalian menghirup udara Tanjung yang bisanya hanya mengeruk hasil bumi Saraba KawaRupanya Mirwan jengkel sekali dengan perusahaan x yang memperlakukannya seperti itu. Aku pun baru mengetahui kalau tugas kami adalah bukan hanya melayani perusahaan tersebut tapi kami ditugaskan oleh markas untuk menghandel kedatangan pejabat setingkat dirjen dalam acara kunjungan ke daerah.

Otomatis radio pengganti yang dijanjikan ditolak oleh Capt. Mirwan dan tanpa banyak pikir Capt. Mirwan langsung menuju Pertamina untuk minta bantuan radio yang dulu pernah kupakai di tower yang sama, ternyata radio itu sudah tidak layak pakai akan tetapi radio portabel yang lebih canggih sudah disediakan namun statusnya sewa dengan perusahaan El-Nusa, konon sewanya perhari radio itu 7 juta rupiah, masa bodoh mengenai harga toh yang bayar bukan kami, melainkan perusahaan x.

Karena portabel bentuknya mirip dengan laptop, maka kami bisa membawanya dengan menjinjing, radio ini kami bawa dengan menggunakan motor saja, terbesit dalam hati bahwa sekarang ini aku dengan Capt. Mirwan sedang membawa perangkat seharga Rp.900 juta terus hanya ditenteng lagi...!! (Gila).

Yang menurutku lebih gila lagi adalah Capt. Mirwan, saat dalam perjalanan menuju Warukin karena penasaran dengan harganya semahal itu di atas motor yang kukendarai Capt. Mirwan sempat melakukan tuning kalibarasi frequensi (ha….ha…..ha….) dasar orang gila navigasi.

Manual kami pelajari dan wajar saja harganya mahal, radio itu bukan hanya untuk komunikasi tapi juga dapat berlaku sebagai repeater dan dapat mendeteksi benda terbang sekitar 20-22 kilometer, kan di Warukin tidak ada radar…

Petugas baru muka lama, kami memang baru akan tetapi kami sudah pernah bertugas disini. Capt. Mirwan sungguh orang yang idealis dalam sertifikasi tidak pandang bulu dengan siapakah dia akan berhadapan, bermodalkan sertifikasi FAA (Fedration Aviation Association) yang sudah dikantongi dan selalu up to date, yang seharusnya cukup tiga tahun sekali tapi Capt. Mirwan memang beda asal ada waktu setiap tahun pun dia akan berusaha untuk up to date kualifikasi FAA tersebut. Sertifikasi Eropa, jebolan Swinburne wah ini mah sama aja seperti "masa Buaya dikadalin..??"

Kupikir wajar Capt. Mirwan berlaku seperti itu, memang itulah tugas dia tugas ku juga. Toh semuanya untuk keselamatan penerbangan juga, seandainya kami tidak kemari mungkin kami tidak akan tahu sejauh mana kesiapan dan kelayakan aktivitas penerbangan di kota ini.

Thats all story "New Officer Old Face" dedicated to Let.Col. Mirwan

* * *

Pelampiasan Sakit Hati